SUKU BANJAR
A. KONSEP SISTEM BUDAYA
Suku bangsa
Banjar (bahasa Banjar: Urang
Banjar) atau Oloh Masih adalah suku
bangsa atau etnoreligius Muslim yang menempati sebagian besar wilayah Provinsi
Kalimantan Selatan, dan sejak abad ke-17 mulai menempati sebagian Kalimantan
Tengah dan sebagian Kalimantan Timur terutama kawasan dataran rendah dan bagian
hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah tersebut.
Suku Banjar
terkadang juga disebut Melayu Banjar, tetapi penamaan tersebut jarang
digunakan. Suku bangsa Banjar berasal dari daerah Banjar yang merupakan
pembauran masyarakat DAS Bahau (koreksi: DAS Bahan/DAS Negara), Das Barito, DAS
Martapura dan DAS Tabanio. Sungai Barito bagian hilir merupakan pusatnya suku
Banjar. Sejak abad ke-19, suku Banjar mulai bermigrasi ke banyak tempat di
Kepulauan Melayu dan mendirikan kantong-kantong pemukiman di sana.
Bahasa Banjar dan agama Islam dibawah pengaruh
kekuasaan dinasti-dinasti banjar di Kayu-Tinggi, membulatkan daerah dan suku
bangsa ini menjadi satu kesatuan wilayah suku Bangsa Dayak yang beragama
Kaharingan atau Kristen tetap menyebut diri mereka orang Dayak, tetapi mereka
yang memeluk agama Islam, berbahasa Banjar meninggalkan Bahasa ibu mereka, dan
menyebut dirinya orang Banjar.
SEJARAH
Mitologi suku
Dayak Meratus (Dayak Bukit) menyatakan bahwa Suku Banjar (terutama Banjar
Pahuluan) dan Suku Bukit merupakan keturunan dari dua kakak beradik yaitu Si
Ayuh (Sandayuhan) yang menurunkan suku Bukit dan Bambang Basiwara yang
menurunkan suku Banjar. Dalam khasanah cerita prosa rakyat berbahasa Dayak
Meratus ditemukan legenda yang sifatnya mengakui atau bahkan melegalkan
keserumpunan genetika (saling berkerabat secara geneologis) antara orang Banjar
dengan orang Dayak Meratus. Dalam cerita prosa rakyat berbahasa Dayak Meratus
dimaksud terungkap bahwa nenek moyang orang Banjar yang bernama Bambang
Basiwara adalah adik dari nenek moyang orang Dayak Meratus yang bernama
Sandayuhan. Bambang Basiwara digambarkan sebagai adik yang berfisik lemah tapi
berotak cerdas. Sedangkan Sandayuhan digambarkan sebagai kakak yang berfisik
kuat dan jago berkelahi. Sesuai dengan statusnya sebagai nenek-moyang atau
cikal-bakal orang Dayak Maratus, maka nama Sandayuhan sangat populer di
kalangan orang Dayak Meratus.
Banyak sekali
tempat-tempat di seantero pegunungan Meratus yang sejarah keberadaannya
diceritakan berasal-usul dari aksi heroik Sandayuhan. Salah satu di antaranya
adalah tebing batu berkepala tujuh, yang konon adalah penjelmaan dari
Samali’ing, setan berkepala tujuh yang berhasil dikalahkannya dalam suatu
kontak fisik yang sangat menentukan. Orang Banjar merupakan keturunan Dayak
yang telah memeluk Islam kemudian mengadopsi budaya Jawa, Melayu, Bugis dan
Cina.
B. AKTIVITAS SISTEM
SOSISAL
SOSIO-HISTORIS
Secara sosio-historis
masyarakat Banjar adalah kelompok sosial heterogen yang terkonfigurasi dari
berbagai sukubangsa dan ras yang selama ratusan tahun telah menjalin kehidupan
bersama, sehingga kemudian membentuk identitas etnis (suku) Banjar. Artinya,
kelompok sosial heterogen itu memang terbentuk melalui proses yang tidak
sepenuhnya alami (priomordial), tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
yang cukup kompleks.
Islam telah
menjadi ciri masyarakat Banjar sejak berabad-abad yang silam. Islam juga telah menjadi
identitas mereka, yang membedakannya dengan kelompok-kelompok Dayak yang ada di
sekitarnya, yang umumnya masih menganut religi sukunya. Memeluk Islam merupakan
kebanggaan tersendiri, setidak-tidaknya dahulu, sehingga berpindah agama di
kalangan masyarakat Dayak dikatakan sebagai "babarasih" (membersihkan
diri) di samping menjadi orang Banjar.
Masyarakat Banjar
bukanlah suatu yang hadir begitu saja, tapi ia merupakan konstruksi historis
secara sosial suatu kelompok manusia yang menginginkan suatu komunitas
tersendiri dari komunitas yang ada di kepulauan Kalimantan. Etnik Banjar
merupakan bentuk pertemuan berbagai kelompok etnik yang memiliki asal usul
beragam yang dihasilkan dari sebuah proses sosial masyarakat yang ada di daerah
ini dengan titik berangkat pada proses Islamisasi yang dilakukan oleh Demak
sebagai syarat berdirinya Kesultanan Banjar. Banjar sebelum berdirinya
Kesultanan Islam Banjar belumlah bisa dikatakan sebagai sebuah ksesatuan
identitas suku atau agama, namun lebih tepat merupakan identitas yang merujuk
pada kawasan teritorial tertentu yang menjadi tempat tinggal.
Suku Banjar yang
semula terbentuk sebagai entitas
politik terbagi 3 grup (kelompok
besar) berdasarkan teritorialnya dan unsur pembentuk suku berdasarkan
persfektif kultural dan genetis yang menggambarkan percampuran penduduk
pendatang dengan penduduk asli Dayak:
1. Grup Banjar Pahuluan adalah campuran orang Melayu-Hindu dan orang Dayak
Meratus (unsur Dayak Meratus/Bukit sebagai
ciri kelompok)
2. Grup Banjar Batang Banyu adalah campuran orang Pahuluan, orang
Melayu-Hindu/Buddha, orang Keling-Gujarat, orang Dayak Maanyan, orang Dayak
Lawangan, orang Dayak Bukit dan orang Jawa-Hindu Majapahit (unsur Dayak Maanyan
sebagai ciri kelompok)
3.
Grup Banjar Kuala adalah campuran orang Kuin, orang Batang Banyu, orang
Dayak Ngaju (Berangas, Bakumpai), orang Kampung Melayu, orang Kampung
Bugis-Makassar, orang Kampung Jawa, orang Kampung Arab, dan sebagian orang Cina
Parit yang masuk Islam (unsur Dayak Ngaju sebagai ciri kelompok). Proses amalgamasi
masih berjalan hingga sekarang di dalam grup Banjar Kuala yang tinggal di
kawasan Banjar Kuala - kawasan yang dalam perkembangannya menuju sebuah kota
metropolitan yang menyatu (Banjar Bakula).
Dengan mengambil
pendapat Idwar Saleh tentang inti suku Banjar, maka percampuran suku Banjar
dengan suku Dayak Ngaju/suku serumpunnya (Kelompok Barito Barat) yang berada di
sebelah barat Banjarmasin (Kalimantan Tengah) dapat kita asumsikan sebagai
kelompok Banjar Kuala juga. Di sebelah utara Kalimantan Selatan terjadi
percampuran suku Banjar dengan suku Maanyan/suku serumpunnya (Kelompok Barito
Timur) seperti Dusun, Lawangan dan suku Pasir di Kalimantan Timur yang juga
berbahasa Lawangan, dapat kita asumsikan sebagai kelompok Banjar Batang Banyu.
Percampuran suku Banjar di tenggara Kalimantan yang banyak terdapat suku Bukit
kita asumsikan sebagai Banjar Pahuluan.
Berdasarkan sensus 1930, suku Banjar di Kalimantan
Selatan terdapat di Kota Banjarmasin (89,19%), Afdeeling Banjarmasin tidak
termasuk Kota Banjarmasin (94,05%), Afdeeling Hulu Sungai (93,75%), kota
Kotabaru (69,45%), Pulau Laut tidak termasuk kota Kotabaru (48,96%), wilayah
Tanah Bumbu (56,74%).
SISTEM
KEKERABATAN
Waring
|
||||
↑
|
||||
Sanggah
|
||||
↑
|
||||
Datu
|
||||
↑
|
||||
Kai (kakek) + Nini (nenek)
|
||||
↑
|
||||
Abah (ayah) + Uma (ibu)
|
||||
↑
|
||||
Kakak < ULUN > Ading
|
||||
↓
|
||||
Anak
|
||||
↓
|
||||
Cucu
|
||||
↓
|
||||
Buyut
|
||||
↓
|
||||
Intah/Muning
Seperti sistem
kekerabatan umumnya, masyarakat Banjar mengenal istilah-istilah tertentu
sebagai panggilan dalam keluarga. Skema di samping berpusat dari ULUN sebagai
penyebutnya.
Bagi ULUN juga
terdapat panggilan untuk saudara dari ayah atau ibu, saudara tertua disebut Julak,
saudara kedua disebutGulu, saudara berikutnya disebut Tuha,
saudara tengah dari ayah dan ibu disebut Angah, dan yang lainnya biasa
disebutPakacil (paman) dan Makacil (bibi),
sedangkan termuda disebutBusu. Untuk memanggil saudara dari kai dan nini sama
saja, begitu pula untuk saudara datu.
Disamping istilah
di atas masih ada pula sebutan lainnya, yaitu:
- minantu (suami / isteri dari anak ULUN)
- pawarangan (ayah / ibu dari minantu)
- mintuha (ayah / ibu dari suami / isteri ULUN)
- mintuha lambung (saudara mintuha dari ULUN)
- sabungkut (orang yang satu Datu dengan ULUN)
- mamarina (sebutan
umum untuk saudara ayah/ibu dari ULUN)
- kamanakan (anaknya kakak / adik dari ULUN)
- sapupu sakali (anak mamarina dari ULUN)
- maruai (isteri sama isteri bersaudara)
- ipar (saudara dari isteri / suami dari ULUN)
- panjulaknya (saudara tertua dari ULUN)
- pambusunya (saudara terkecil dari ULUN)
-badangsanak (saudara kandung)
Untuk memanggil orang yang seumur boleh dipanggil ikam, boleh juga menggunakan kata aku untuk menunjuk diri sendiri.
Sedangkan untuk menghormati atau memanggil yang lebih tua digunakan kata pian, dan
kata ulun untuk menunjuk diri sendiri.
A. BENDA (HASIL FISIK)
·
RUMAH BANJAR
Rumah Banjar
adalah rumah tradisional suku Banjar. Arsitektur tradisional ciri-cirinya
antara lain mempunyai perlambang, mempunyai penekanan pada atap, ornamental,
dekoratif dan simetris. Rumah tradisonal Banjar adalah tipe-tipe rumah khas
Banjar dengan gaya dan ukirannya sendiri mulai berkembang sebelum tahun 1871
sampai tahun 1935. Dari sekian banyak jenis-jenis rumah Banjar, tipe Bubungan
Tinggi merupakan jenis rumah Banjar yang paling dikenal dan menjadi identitas
rumah adat suku Banjar.
·
SENI TATAH/UKIR
Seni ukir terdiri
atas tatah surut (dangkal) dan tatah babuku (utuh). Seni ukir diterapkan pada kayu
dan kuningan. Ukiran kayu diterapkan pada alat-alat rumah tangga, bagian-bagian
rumah dan masjid, bagian-bagian perahu dan bagian-bagian cungkup makam. Ukiran
kuningan diterapkan benda-benda kuningan seperti cerana, abun, pakucuran,
lisnar, perapian, cerek, sasanggan, meriam kecil dan sebagainya. Motif ukiran
misalnya Pohon Hayat, pilin ganda, swastika, tumpal, kawung, geometris,
bintang, flora binatang, kaligrafi, motif Arabes dan Turki.
·
Pakaian Adat Banjar Kalimantan
Selatan
·
Pernikahan Adat Banjar
Kalimantan Selatan
Pelaksanaan upacara perkawinan memakan waktu dan proses yang lama. Hal ini dikarenakan harus melalui berbagai prosesi, antara lain :
1.
Basasuluh.
2. Batatakun atau Melamar.
3. Bapapayuan atau Bapatut
Jujuran.
4.
Maatar Jujuran atau Maatar
Patalian.
5. Bakakawinan atau Pelaksanaan Upacara Perkawinan
a.
Bapingit dan Bakasai.
b. Batimung.
c.
Bapacar atau bainai
d.
Badudus atau Bapapai.
e.
Batapung
tawar
f. Batamat Al-Quran
g. Perkawinan (Pelaksanaan Perkawinan)
|
||||
No comments:
Post a Comment