

DISUSUN
O
L
E
H
ANNISA AULIYA
XI IPA 2
SMA NEGERI 2 KUALA KAPUAS
TAHUN AJARAN
2013/2014
Suku Banjar mengenal Daur
Hidup dengan
upacara tradisional yang salah satunya adalah Upacara Perkawinan. Upacara ini
merupakan salah satu bagian dari Daur Hidup yang harus dilewati. Dahulu orang
Banjar umumnya tidak mengenal istilah “berpacaran” sebelum memasuki jenjang perkawinan
seperti yang kita ketahui sekarang. Namun, saat itu hanya dikenal istilah
“batunangan”. Yaitu, ikatan kesepakatan dari kedua orang tua masing-masing
untuk mencalonkan kedua anak mereka kelak sebagai suami isteri. Proses
“batunangan” ini dilakukan sejak masih kecil, namun umumnya dilakukan setelah
akil balig. Hal ini hanya diketahui oleh kedua orang tua atau kerabat terdekat
saja.
Perkawinan
adat orang banjar adalah satu aspek budaya banjar yang harus dilestarikan
kebudayaannya, karena profesi perkawinan tersebut menjadi identitas dan jati
diri orang banjar sehingga keberadaannya perlu dilestarikan dan dibudayakan
sehingga menjadi pengetahuan luas yang bermanfaat bagi generasi muda dewasa ini
khususnya upaya mempelajari tata kehidupan adat perkawinan masyarakat banjar
sejak waktu dulu sampai sekarang.
Pelaksanaan upacara perkawinan memakan waktu dan proses yang lama. Hal ini dikarenakan harus melalui berbagai prosesi, antara lain :
1. Basasuluh.
Bilamana seseorang telah sampai
saat ingin kawin lazimnya oleh keluarganya yang terdekat diadakanlah apa yang yang
dinamakan “Basasuluh”. Yakni ingin mendapatkan keterangan tentang calon isteri
yang diinginkan setelah mendapatkan persetujuan dari pihak keluarga yang
bersangkutan. Beberapa
hal yang ingin diketahui diantaranya:
1. Tentang agamanya
2. Tentang keturunannya
3. Tentang kemampuan rumah
tangganya
4. Tentang kecantikan wajahnya
Dari empat hal tersebut di atas
yang menjadi titik tumpu perhatian itu adalah pada dua hal yaitu agama dan
keturunannya. Sebaliknya, bagi keluarga calon isteri di samping hal di atas,
akan diperhatikan pula apakah lapangan pekerjaan calon suaminya tersebut. Hal
itu sangat penting karena akan turut menentukan nilai rumah tangga mereka
kelak.
2. Batatakun atau Melamar.
Setelah
diyakini bahwa tidak ada yang meminang gadis yang telah dipilih maka dikirimlah
utusan dari pihak lelaki untuk melamar, utusan ini harus pandai bersilat lidah
sehingga lamaran yang diajukan dapat diterima oleh pihak si gadis. Jika lamaran
tersebut diterima maka kedua pihak kemudian berembuk tentang hari pertemuan
selanjutnya yaitu Bapapayuan atau Bapatut Jujuran.
3. Bapapayuan atau Bapatut Jujuran.
Kegiatan
selanjutnya setelah melamar adalah membicarakan tentang masalah kawin. Pihak
lelaki kembali mengirimkan utusan, tugas utusan ini adalah berusaha agar masalah
kawin yang diminta keluarga si gadis tidak melebihi kesanggupan pihak lelaki. Untuk
dapat menghadapi utusan dari pihak keluarga lelaki, terutama dalam hal bersilat
lidah, maka pihak keluarga sang gadis itu pun meminta kepada keluarga atau
tetangga dan kenalan lainnya, yang juga memang ahli dalam bertutur kata dan
bersilat lidah. Jika sudah tercapai kesepakatan tentang masalah kawin tersebut.
Maka kemudian ditentukan pula pertemuan selanjutnya yaitu Maatar Jujuran atau
Maatar Patalian.
4. Maatar Jujuran atau Maatar
Patalian.
Merupakan
kegiatan mengantar masalah kawin kepada pihak si gadis yang maksudnya sebagai
tanda pengikat. Juga sebagai pertanda bahwa perkawinan akan dilaksanakan oleh
kedua belah pihak. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh para ibu, baik dari
keluarga maupun tetangga. Apabila acara Maatar Jujuran ini telah selesai maka
kemudian dibicarakan lagi tentang hari pernikahan dan perkawinan.
5. Bakakawinan atau Pelaksanaan Upacara
Perkawinan .
Sebelum
hari pernikahan atau perkawinan, mempelai wanita mengadakan persiapan, antara
lain:
a. Bapingit dan Bakasai.
Bagi
calon mempelai wanita yang akan memasuki ambang pernikahan dan perkawinan, dia
tidak bisa lagi bebas seperti biasanya, hal ini dimaksudkan untuk menjaga dari
hal-hal yang tidak diinginkan (Bapingit). Dalam keadaan Bapingit ini biasanya
digunakan untuk merawat diri yang disebut dengan Bakasai dengan tujuan untuk membersihkan dan
merawat diri agar tubuh menjadi bersih dan muka bercahaya atau berseri waktu
disandingkan di pelaminan.
b.
Batimung.
Hal
yang biasanya sangat mengganggu pada hari pernikahan adalah banyaknya keringat
yang keluar. Hal ini tentunya sangat mengganggu khususnya pengantin wanita,
keringat akan merusak bedak dan dapat membasahi pakaian pengantin. Untuk
mencegah hal tersebut terjadi maka ditempuh cara yang disebut Batimung. Setelah
Batimung badan calon pengantin menjadi harum karena mendapat pengaruh dari uap
jerangan Batimung tadi.
c.
Bapacar atau bainai
Ritual
menghias kuku dengan pacar atau inai yang ditumbuk halus, sehingga meninggalkan
warna merah. Prosesi bainai semacam ini juga menjadi tradisi kalangan
masyarakat Minang maupun Betawi.
d.
Badudus atau Bapapai.
Mandi
Badudus atau bapapai adalah uapacara yang dilaksanakan sebagai proses peralihan
antar masa remaja dengan masa dewasa dan juga merupakan sebagai penghalat atau
penangkal dari perbuatan-perbuatan jahat. Upacara ini dilakukan pada waktu sore
atau malam hari. Upacara ini dilaksanakan tiga atau dua hari sebelum upacara
perkawinan.
e.
Batapung
tawar
Seiring dengan
acara mandi – mandi tadi pada saat itu juga diadakan acara ‘batapung tawar’,
dimaksudkan sebagai penebus atas berakhirnya masa perawan bagi seorang wanita.
Untuk itu disediakan apa yang dinamakan ‘piduduk’, yaitu seperangkat keperluan
pokok bahan makanan dalam wadah sasanggan (bokor kuning) yang terdiri dari
sagantang beras, sebiji nyiur, gula merah, seekor ayam betina hitam, telur ayam
tiga butir, lading, lilin, sebiji uang bahari (perak), jarum dengan benangnya,
sesuap sirih, rokok daun, dan rerempah dapur. Isi piduduk: beras melambangkan
rezeki, nyiur melambangkan lemak (kehidupan), gula merah lambing manis
(kehidupan), ayam lambing cangkal becari, telur ayam lambang sum-sum, lading
makna semangat yang keras, lilin lambang penerangan, uang lambang persediaan
dalam hidup, jarum dan benang lambang ikatan suami isteri, sesuap sirih lambang
kesatuan, rokok daun lambang kelaki-lakian, rerempah dapur lambang keterampilan
kerja di dapur. Selanjutnya seluruh isi piduduk ini diberikan kepada bidan
kampong yang memimpin acara mandi – mandi. Untuk yang hadir pada acara betapung
tawar disuguhi air teh manis atau kopi dengan kue, bubur habang bubur putih,
cucur, wadai gincil, wadai galang, dan lakatan ber-inti.
f.
Batamat
Al-Quran
Baik pengantin
pria maupun pengantin wanita pada waktu menjelang acara persandingan biasanya
melangsungkan acara betamat Qur’an yakni membaca kitab suci Al-Qur’an sebanyak
22 surah yang dimulai dari surah ke 93 (Ad-Dhuha) sampai dengan surah ke 114
(An-Nas) ditambah dengan beberapa ayat pada surah Al-Baqarah, ditutup dengan
do’a khatam Qur’an, pembaca do’a biasanya guru mengaji pengantin tersebut. Suatu
kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai pada bacaan
surah ke 105 (Al-Fiil) biasanya ramailah anak-anak dan remaja di sekitar itu
memperebutkan telur masak sekaligus memakannya. Sebab menurut cerita konon yang
mendapatkan telur masak itu akan menjadi terang hatinya, cepat menjadi pandai
membaca kitab suci Al-Qur’an.
g.
Perkawinan (Pelaksanaan Perkawinan)
Upacara
ini merupakan penobatan calon pengantin untuk memasuki gerbang perkawinan.
Pemilihan hari dan tanggal perkawinan disesuaikan dengan bulan Arab atau bulan
Hijriah yang baik. Biasanya pelaksanaan upacara perkawinan tidak melewati bulan
purnama.
Kegiatan pada upacara perkawinan ini antara lain:
1).
Bahias atau Merias Pengantin.
Sekitar
jam 10 pagi, tukang rias sudah datang ke rumah mempelai wanita untuk merias.
Kegiatan ini meliputi tata rias muka, rambut dan pakian, serta kelengkapan
lainnya seperti Palimbayan dan lainnya. Bagi pengantin pria, bahias ini
dilakukan setelah sholat Zuhur.
2).
Badua Salamat Pengantin.
Hal
ini ditujukan untuk keselamatan pengantin dan seluruh keluarga yang
melaksanakan upacara perkawinan itu. Dalam hal ini pembacaan doa-doa dipimpin
oleh Penghulu atau Ulama terkemuka di kampung tersebut. Selesai prosesi
tersebut para undangan dipersilahkan menikmati hidangan yang telah disediakan.
Hal ini berlangsung hingga acara Maarak Pengantin.
3).
Maarak Pengantin.
Apabila
pihak pengantin sudah siap berpakaian, maka segera dikirim utusan kepada pihak
pria bahwa mempelai wanita sudah menunggu kedatangan mempelai pria. Maka
kemudian diadakanlah upacara Maarak Pengantin. Pada waktu maarak pengantin
biasanya diiringi dengan kesenian Sinoman Hadrah atau Kuda Gepang. Pihak wanita
juga mengadakan hal yang sama untuk menyambut mempelai pria juga untuk
menghibur para undangan.

4). Batatai atau Basanding
a.
Pengantin wanita.
Pengantin wanita dengan tat arias
pengantin bak amar gelung pancar matahari, baju lenagn pendek yang berendas
epanjang pinggirannya, dikenal dengan nama baju poko. Dipangkal kedua tangannya
terpasang kilat bahu dan gelang tangan jenis gelang tabu-tabu dilengkapi dengan
menggunakan sepasang gelang kaki emas berbentuk akar atau buku manisan.
b.
Pengantin Pria
Pakaian pengantin pria mengenakan
baju jas buka yang terdiri dari baju bagian dalam warna putih, baju luar jas
buka dengan warna yang sesuai dengan warna celana. Tutup kepala disebut laung
tutup yang mempunyai cirri khas banjar tersendiri yaitu simpul laung dalam
bentuk ‘lam djalalah’, memakai kalung samban dengan bogam melati sebanyak tiga
atau lima, membawa kembang palimbaian menuju rumah pengantin wanita.
Kedatangan
pengantin pria disambut dengan Salawat Nabi dan ketika Salawat itu
dikumandangkan pengantin wanita keluar dari dinding kurung untuk menyambut
pengantin pria. Di muka pintu, pengantin pria disambut oleh pengantin wanita,
untuk beberapa saat mereka bersanding di muka pintu, kemudian mereka di bawa ke
Balai Warti untuk bersanding secara resmi.
Apabila telah cukup waktu bersanding, kedua mempelai diturunkan dari Balai Warti untuk kemudian dinaikkan keusungan atau dinamakan Usung Jinggung, yang diiringi kesenian Kuda Gepang. Setelah di Usung Jinggung kedua mempelai disandingkan di petataian pengantin yang disebut Geta Kencana. Kemudian dilanjutkan dengan sujud kepada orang tua pengantin wanita dan para hadirin serta memakan nasi pendapatan (Badadapatan). Setelah itu kedua pengantin berganti pakaian untuk istirahat.
e. Bajajagaan
Pengantin
Pada
malam hari pertama sampai ketiga sejak hari perkawinan, biasanya diadakan acara
Bajajagaan atau menjagai pengantin, yang isinya dengan pertunjukan kesenian,
seperti Bahadrah atau Barudat (Rudat Hadrah), Bawayang Kulit (Wayang Kulit),
Bawayang Gong (Wayang Orang), Mamanda dan sebagainya.
f.
Sujud
Tiga
hari sesudah upacara perkawinan, kedua mempelai kemuadian di bawa ke rumah
orang tua pengantin pria untuk sujud kepada orang tua pengantin pria. Malam
harinya juga diadakan acara menjagai pengantin dengan maksud untuk menghibur
kedua mempelai yang sedang berkasih mesra itu.
Keesokan
harinya mereka dibawa lagi ke rumah mempelai wanita untuk selanjutnya tinggal
di tempat mempelai wanita bersama orang tua mempelai wanita untuk mengatur
kehidupan berumah tangga. Apabila telah mampu untuk mencari nafkah sendiri
barulah berpisah dalam artian berpisah dalam hal makan saja, namun tetap
tinggal bersama orang tua mempelai wanita.
Demikian proses upacara perkawinan yang
dilakukan oleh suku Banjar, semoga
dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Kenyaman dan kemewahan yang anda dapat adalah tujuan utama kami.
ReplyDeleteHubungi : 0822 – 9914 – 4728 (Rizky)
Menikah adalah tujuan dan impian Semua orang, Melalui HIS Graha Elnusa Wedding Package , anda bisa mendapatkan paket lengkap mulai dari fasilitas gedung full ac, full carpet, dan lampu chandeliar yg cantik, catering dengan vendor yang berpengalaman, dekorasi, rias busana, musik entertainment, dan photoghraphy serta videography.