Thursday, March 10, 2016

BUDAYA DEMOKRASI MENURUT PARA AHLI



Ø  International Commision of Jurist
            Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan yang menjamin hak untuk membuat keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil yang terpilih dan bertanggung jawab kepada mereka melalui pemilu yang bebas.

Ø  Carol C. Gould
            Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan, di mana rakyat memerintah sendiri baik melalui partisipasi langsung dalam merumuskan keputusan-keputusan yang memengaruhi mereka maupun dengan cara memilih wakil-wakil mereka.

Ø  Henry B. Mayo
            Sistem politik demokrasi adalah sistem politik yang kebijaksanaan umumnya dibuat berdasarkan prinsip mayoritas oleh para wakil rakyat dalam suatu pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip persamaan politik dan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.

Ø  Samuel Huntington
            Suatu sistem politik dikatakan sebagai demokrasi apabila para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan yang jurdil.

Ø  Abraham Lincoln
            Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (democracy is government of the people, by people, and for the people).

Ø  Sidney Hook
            Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.

Ø  Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl
            Demokrasi adalah sistem pemerintahan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan-tindakannya di wilayah publik oleh warga Negara yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerja sama dengan para wakil mereka yang telah terpilih.

Ø  Afan Gaffar
            Afan Gaffar memaknai demokrasi dalam dua bentuk, yaitu secara normatif (demokrasi normatif) dan empirik (demokrasi empiric). Demokrasi normatif adalah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh Negara. Sedangkan demokrasi empirik adalah demokrasi yang diwujudkan dalam dunia politik praktis.

Ø  C. F. Strong
            Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan pada mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik yang ikut serta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan kepada mayoritas.

Ø  Joseph A. Schmeter
            Demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik ketika individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara

Pemilu Indonesia pada Masanya



Ø     Orde Lama
Pada masa sesudah kemerdekaan, Indonesia menganut sistem multi partai yang ditandai dengan hadirnya 25 partai politik. Hal ini ditandai dengan Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 dan Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Menjelang Pemilihan Umum 1955 yang berdasarkan demokrasi liberal bahwa jumlah parpol meningkat hingga 29 parpol dan juga terdapat peserta perorangan.
Pada masa diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem kepartaian Indonesia dilakukan penyederhanaan dengan Penpres No. 7 Tahun 1959 dan Perpres No. 13 Tahun 1960 yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai-partai. Kemudian pada tanggal 14 April 1961 diumumkan hanya 10 partai yang mendapat pengakuan dari pemerintah, antara lain adalah sebagai berikut: PNI, NU, PKI, PSII, PARKINDO, Partai Katholik, PERTI MURBA dan PARTINDO. Namun, setahun sebelumnya pada tanggal 17 Agustus 1960, PSI dan Masyumi dibubarkan.
Dengan berkurangnya jumlah parpol dari 29 parpol menjadi 10 parpol tersebut, hal ini tidak berarti bahwa konflik ideologi dalam masyarakat umum dan dalam kehidupan politik dapat terkurangi. Untuk mengatasi hal ini maka diselenggarakan pertemuan parpol di Bogor pada tanggal 12 Desember 1964 yang menghasilkan "Deklarasi Bogor."

Ø  Orde Baru
Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli 1966. diantara ketetapan yang dihasilkan sidang tersebut adalah mengukuhkan Supersemar dan melarang PKI berikut ideologinya tubuh dan berkembang di Indonesia. Menyusul PKI sebagai partai terlarang, setiap orang yang pernah terlibat dalam aktivitas PKI ditahan. Sebagian diadili dan dieksekusi, sebagian besar lainnya diasingkan ke pulau Buru. Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional.

Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :
1. Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.

2. Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir sebagai lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan partai-partai politik dan masyarakat.

Ø  Pemilu di Masa Reformasi
Berakhirnya rezim Orde Baru, telah membuka peluang guna menata kehidupan demokrasi. Reformasi politik, ekonomi dan hukum merupakan agenda yang tidak bisa ditunda. Demokrasi menuntut lebih dari sekedar pemilu. Demokrasi yang mumpuni harus dibangun melalui struktur politik dan kelembagaan demokrasi yang sehat. Namun nampaknya tuntutan reformasi politik, telah menempatkan pelaksanan pemilu menjadi agenda pertama.
Pemilu pertama di masa reformasi hampir sama dengan pemilu pertama tahun 1955 diwarnai dengan kejutan dan keprihatinan. Pertama, kegagalan partai-partai Islam meraih suara siginifikan. Kedua, menurunnya perolehan suara Golkar. Ketiga, kenaikan perolehan suara PDI P. Keempat, kegagalan PAN, yang dianggap paling reformis, ternyata hanya menduduki urutan kelima. Kekalahan PAN, mengingatkan pada kekalahan yang dialami Partai Sosialis, pada pemilu 1955, diprediksi akan memperoleh suara signifikan namun lain nyatanya.
Walaupun pengesahan hasil Pemilu 1999 sempat tertunda, secara umum proses pemilu multi partai pertama di era reformasi jauh lebih Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia (Luber) serta adil dan jujur dibanding masa Orde Baru. Hampir tidak ada indikator siginifikan yang menunjukkan bahwa rakyat menolak hasil pemilu yang berlangsung dengan aman. Realitas ini menunjukkan, bahwa yang tidak mau menerima kekalahan, hanyalah mereka yang tidak siap berdemokrasi, dan ini hanya diungkapkan oleh sebagian elite politik, bukan rakyat.
Pemilu 2004, merupakan pemilu kedua dengan dua agenda, pertama memilih anggota legislatif dan kedua memilih presiden. Untuk agenda pertama terjadi kejutan, yakni naiknya kembali suara Golkar, turunan perolehan suara PDI-P, tidak beranjaknya perolehan yang signifikan partai Islam dan munculnya Partai Demokrat yang melewati PAN. Dalam pemilihan presiden yang diikuti lima kandidat (Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarno Putri, Wiranto, Amin Rais dan Hamzah Haz), berlangsung dalam dua putaran, telah menempatkan pasangan SBY dan JK, dengan meraih 60,95 persen.

2.     Bagaimana pelaksanaan demokrasi pada era orde lama, orde baru, dan masa reformasi?
Jawab        :
Ø  Demokrasi pada Era Orde Lama (1945-1965)
Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan system parlementer pada masa ini tidak dapat berjalan dengan semestinya. Ini kemudian memberi peluang bagi partai politik dan lembaga legislatif untuk mendominasi pemerintahan. Dalam Kabinet parlementer, koalisi parpol yang dibangun sangatlah rapuh sehingga usia kabinet pada masa itu tidak dapat bertahan lama. Presiden dan tentara yang memiliki peran penting justru tidak memperoleh saluran dan tempat yang realistis dalam konstelasi politik. Kondisi ini mendorong Presiden Soekarno untuk memberlakukan kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan kembalinya konstitusi ke UUD 1945, rakyat menaruh harapan yang sangat besar terhadap kehidupan politik yang stabil dan demokratis. Namun pada kenyataannya, pemerintahan yang terjadi bersifat otoriter yang terwujud dalam sistem pemerintahan demokrasi terpimpin. Penerapan demokrasi terpimpin menyebabkan penyimpangan-penyimpangan  terhadap Pancasila dan UUD 1945.
Demokrasi terpimpin seperti yang dikemukakan oleh Presiden Soekarno yang dikutip oleh A. Syafi’I Ma’arif adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, di mana demokrasi terpimpin merupakan demokrasi kekeluargaan tanpa anarkisme, liberalisme, otokrasi, dictator. Selanjutnya dalam pidato yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”, Presiden Soekarno menyatakan bahwa prinsip-prinsip dasar demokrasi terpimpin adalah : (1) tiap orang diwajibkan untuk  berbakti pada kepentingan umum, masyarakat, bangsa, dan Negara; (2) tiap-tiap orang  berhak mendapat penghidupan layak dalam masyarakat, bangsa, dan negara. Menurut pandangan Ma’arif, demokrasi terpimpin menempatkan Soekarno sebagai pusat kekuasaan, sehingga terjadi absolutisme dan tidak ada mekanisme checks and balances dri legislatif terhadap eksekutif.

Ø  Demokrasi pada Era Orde Baru (1965-1998)
Pemerintahan Orde Baru terbentuk tepat pada tanggal 1 Oktober 1965. Sejak itu sebagai Negara kita telah berhenti berpikir dan merenung. Tidak ada lagi pemikiran politik (political thinking) seperti masa 1945-1965. Barulah kemudian, setelah hubungan Soeharto dan militer mulai merenggang di penghujung tahun 1980-an, ruang bagi wacana publik mulai tampak. Saat itulah wacana baru seperti demokratisasi, kesenjangan social, gender, dan lingkungan mulai muncul.
Landasan formal dari periode ini adalah Pancasila, UUD 1945, dan ketetapan-ketetapan MPR. Orde Baru (Orba) melakukan koreksi total terhadap penyelewengan UUD 1945 yang terjadi pada era Orde Lama. Contohnya, menghapuskan Ketetapan MPRS No. III/1963 tentang pengangkatan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup; memberikan DPR-GR beberapa hak kontrol, tetapi tetap mempunyai fungsi membantu pemerintah dan pimpinannya tidak lagi merangkap jabatan menteri. Orba menyebut diri sebagai “Demokrasi Pancasila”.
Orde baru berupaya menanamkan keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik hanya bisa dicapai dengan membatasi partisipasi politik. Pada saat yang bersamaan, masyarakat digiring ke pemahaman ini sebagai bagian utuh dari Negara. Setiap individu harus mendarmabaktikan hidupnya, mendahulukan kewajiban daripada hak. Masyarakat hidup dalam lingkup paham kekeluargaan, tidak ada perbedaan antara pemimpin dan yang dipimpin.
Pada masa Orde baru, juga terdapat program indoktrinasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). P4 dimaksudkan untuk menciptakan sebuah masyarakat yang bebas dari nilai-nilai sektarianisme (terpisah atas golongan, budaya, agama, dan sebagainya). Atau dengan kata lain, masyarakat yang terbebas dari perbedaan pendapat.
Pada satu titik, Orde Baru tak ubahnya sebuah panser pragmatisme yang berjalan tanpa hambatan. Kritik menjadi sesuatu yang riskan untuk diambil. Ruang ekspresi terasa sempit. Akhirnya, suara-suara alternatif mengambil jalan memutar dan menggunakan medium yang sangat samar agar bisa disuarakan. Seni kemudian muncul sebagai saluran ekspresi yang ampuh. Puisi Rendra, lagu Iwan Fals, atau pentas Teater Koma mampu meloloskan beberapa keluh kesah kolektif bangsa ini ke hadapan publik.
Konsep Negara integralistik sendiri akhirnya melemah di penghujung Orde Baru. Sementara itu, hubungan Soeharto dengan militer merenggang. Akhirnya, Soeharto hanya bisa memperkuat hubungannya dengan satu pilar tersisa. Golkar sebagai representasi golongan fungsional.

Ø  Demokrasi pada Era Reformasi (1998 - sekarang)
Mundurnya Soeharto diikuti dengan pengangkatan B.J Habibie sebagai presiden. Sejak saat itu, Prof. Dr. B.J Babibie menjadi Presiden RI yang ke-3. Masa pemerintahan Habibie sangat singkat ± hanya 18 bulan.
Pemilu yang relatif demokratis dan tertib berhasil dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999, diikuti oleh 48 partai politik. Melalui pemilu itu dipilih anggota DPR/MPR. Dalam sidang MPR hasil pemilu 1999, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terpilih sebagai Presiden menggantikan Habibie. Namun pada tahun 2001  Gus Dur dicopot dari kedudukannya oleh MPR dan digantikan oleh Megawati Sukarnoputri.
Selama masa itu berbagai langkah demokratisasi terus dilakukan. Salah satu yang pokok adalah amandemen UUD 1945 yang telah berlangsung selama 4 (empat) kali. Melalui amandemen itu kehidupan ketatanegaraan RI ditata agar lebih sesuai dengan cita-cita pemerintahan demokrasi. Selanjutnya, pemilu demokratis juga dilaksanakan pada tahun 2004. Melalui pemilihan umum ini rakyat memilih anggota DPR dan DPRD, serta anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Lebih dari itu, dalam pemilu 2004 rakyat Indonesia juga memilih Presiden/Wakil Presiden secara langsung.
Pada masa sekarang kita juga mencatat adanya kebebasan berorganisasi dan menyatakan pendapat. Namun, kadang kita juga melihat ada nuansa kebablasan dalam penggunaan kebebasan itu. Para demonstran sering mengeluarkan kata-kata kotor dan menghina pihak yang didemo, seolah pihak yang didemo tidak memiliki martabat dan harga diri. Massa kadang bertindak main hakim sendiri tanpa mengingat bahwa seorang pencuri pun sebenarnya memiliki hak hidup, dan bahwa kesalahan serta hukuman bagi seseorang mestinya ditentukan pihak yang berwenang.


Penerapan Budaya Politik



·        Ikut memilih dalam pemilu.
~ 60%. Karena sampai saat ini masih banyak masyarakat yang golput atas hak pilih mereka, yang acuh tak acuh dengan pemimpin yang akan memimpin mereka.

·        Ikut menyukseskan pelaksanaan pemilu.
~ 50%. Karena masih banyak masyarakat yang tidak peduli dengan pemilihan umum, karena bagi mereka itu hanya akan membuang waktu.

·        Menggunakan hak-hak politiknya secara bertanggung jawab.
~ 70%. Karena masih banyak masyarakat yang menyalahgunakan hak mereka untuk kepentingan pribadi.

·        Menunaikan kewajiban-kewajiban politiknya dengan sebaik-baiknya.
~ 70%. Karena masih banyak masyarakat yang hanya ingin menerima hak mereka tanpa mau menjalankan kewajiban.

·        Besedia menerima kesalahan atau kekalahan secara dewasa dan ikhlas.
~ 75%. Karena masih banyak masyarakat yang belum bisa menerima kekalahan mereka dengan mencari-cari kesalahan lawannya.

·        Kesediaan para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya.
~ 60%. Karena masih banyak pemimpin yang lebih mementingkan kehendaknya dibanding kehendak warganya.

·        Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik.
~ 70%. Karena banyak masyarakat yang tidak perduli atas perbuatannya terhadap publik.

·        Menghargai hak-hak kaum minoritas.
~ 75%. Karena masih ada masyarakat yang belum bisa menghargai hak-hak kaum minoritas dengan mengambil hak-hak kaum minoritas tersebut.

·         Menghargai perbedaan yang ada pada rakyat.
~ 75%. Karena masih banyak masyarakat yang belum bisa menerima perbedaan satu sama lain.

·        Membuat peraturan daerah pada setiap pemimpin.
~ 95%. Karena hampir diseluruh daerah diadakannya pembuatan peraturan daerah pada setiap pergantian pemimpin.