Kamis, 20 Maret 2014 20:48 WIB
TRIBUNNEWS.COM. SURABAYA – Para penyandang disabilitas akhirnya bisa
kuliah di program studi sains dan teknologi (saintek) Universitas
Airlangga (Unair). Ada tujuh prodi yang membuka kesempatan bagi
penyandang tuna wicara dan kelainan fungsi gerak yakni, Fisika, Kimia,
Biologi, Matematika, Statistika, Sistem Informasi dan Teknobiomedik.
Hanya saja kelonggaran itu baru berlaku untuk seleksi bersama masuk
perguruan tinggi negeri (SBMPTN). Sementara di Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang kini prosesnya sedang berjalan,
masih membatasi para penyandang disabilitas di semua program studi
saintek.
Di bagian lain, prodi Budidaya Perairan yang di SNMPTN tidak
mensyaratkan apapun, di SBMPTN nanti tidak memboleh tunanetra, wicara,
dan buta warna.
Wakil Rektor 1 Unair Prof Achmad Syahrani mengungkapkan, kelonggaran
tujuh prodi untuk penyandang disabilitas itu berdasarkan hasil kajian
yang dilakukan beberapa hari terakhir menyikapi permintaan majelis
rektor dan panitia SNMPTN pusat.
“Karena proses SNMPTN sudah berjalan kami tidak bisa memberlakukan
kelonggaran itu agar tidak memicu gejolak para pendaftar disabilitas
yang sudah telanjur ditolak dari prodi-prodi itu,”terang Syahrani saat
ditemui di kampusnya, Kamis sore (20/3/2014).
Diperbolehkan penyandang tuna wicara dan kelainan fungsi gerak
memilih tujuh prodi tersebut karena dinilai ketunaannya tidak akan
mempengaruhi proses pembelajaran.
Sementara ketunaan lain seperti tuna netra, tuna rungu, tuna daksa
dan buta warna tidak bisa masuk prodi saintek karena memang di 16 prodi
saintek tidak bisa dilakukan dengan keterbatasan fisik tersebut.
“Ini bukan diskriminasi, tetapi suatu kerangka untuk kompetensi. Toh,
mereka masih bisa memilih program studi sosial,”kata guru besar
Farmasi.
Menurut Syahrani, seluruh prodi sosial seperti akuntansi, manajemen
dan ilmu komunikasi tidak membatasi calon mahasiswa dengan ketunaan
apapun. Dan untuk itu, pihaknya akan berusaha semaksimal mungkin untuk
persyaratan sarana dan prasarana untuk para penyandang disabilitas ini.
Diakuinya, prasarana yang ada saat ini memang belum menunjang untuk
para disabilitas. Seperti belum adanya lift atau tangga khusus bagi
penyandang tuna daksa di prodi-prodi social. Sehingga para tuna daksa
ini harus mencari teman atau asisten untuk membantunya naik ke lantai
dua atau lebih.
“Kami sudah memikirkan akan member lift, tapi sesuai aturannya hanya
gedung berlantai tiga ke atas yang boleh memakai lift, sehingga tidak
jadi,”kata pria asli Balikpapan, Kalimantan.
Persyaratan khusus ini sifatnya mutlak dan tidak bisa ditawar. Karena
itu ketika nanti ada calon mahasiswa yang lolos tetapi dalam tes
kesehatan ternyata memiliki ketunaan yang tidak disyaratkan, pihaknya
akan meminta untuk mencari prodi lain yang bisa mentoleransinya. Jika
tidak mau, maka dia bisa keluar dari Unair.
“Hampir setiap tahun ada dua sampai tiga calon mahasiswa yang
demikian. Malah kemarin ada anak dokter yang ternyata menderita buta
warna sebagian. Meski dia tetap ngeyel, kami tetap tidak
membolehkan,”katanya.
Bahkan persyaratan ini akan melekat selama perkuliahan. Artinya
ketika dalam proses kuliah ternyata dia mengalami kecelakaan dan
akhirnya lumpuh, maka apabila dia masuk jurusan saintek, terpaksa dia
harus pindah ke jurusan sosial.
Diakui Syahrani persyaratan yang dibuat Unair ini memang berbeda
dengan perguruan tinggi lainnya, meski prodinya sama. Hal itu terjadi
karena saat ini belum ada standar yang sama yang berlaku secara
nasional.
“Kami akan mengusulkan hal ini melalui asosiasi prodi seperti APTFI untuk Farmasi maupun Hipsi untuk psikologi,”tandasnya.
No comments:
Post a Comment