Saturday, March 22, 2014

Tuna Wicara Bisa Kuliah di Kimia Unair

Kamis, 20 Maret 2014 20:48 WIB
Tuna Wicara Bisa Kuliah di Kimia Unair  
TRIBUNNEWS.COM. SURABAYA – Para penyandang disabilitas akhirnya bisa kuliah di program studi sains dan teknologi (saintek) Universitas Airlangga (Unair). Ada tujuh prodi yang membuka kesempatan bagi penyandang tuna wicara dan kelainan fungsi gerak yakni, Fisika, Kimia, Biologi, Matematika, Statistika, Sistem Informasi dan Teknobiomedik.

Hanya saja kelonggaran itu baru berlaku untuk seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri (SBMPTN). Sementara di Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang kini prosesnya sedang berjalan, masih membatasi para penyandang disabilitas di semua program studi saintek.
Di bagian lain, prodi Budidaya Perairan yang di SNMPTN tidak mensyaratkan apapun, di SBMPTN nanti tidak memboleh tunanetra, wicara, dan buta warna.

Wakil Rektor 1 Unair Prof Achmad Syahrani mengungkapkan, kelonggaran tujuh prodi untuk penyandang disabilitas itu berdasarkan hasil kajian yang dilakukan beberapa  hari terakhir menyikapi permintaan majelis rektor dan panitia SNMPTN pusat.

“Karena proses SNMPTN sudah berjalan kami tidak bisa memberlakukan kelonggaran itu agar tidak memicu gejolak para pendaftar disabilitas yang sudah telanjur ditolak dari prodi-prodi itu,”terang Syahrani saat ditemui di kampusnya, Kamis sore (20/3/2014).

Diperbolehkan penyandang tuna wicara dan kelainan fungsi gerak memilih tujuh prodi tersebut karena dinilai ketunaannya tidak akan mempengaruhi proses pembelajaran.

Sementara ketunaan lain seperti tuna netra, tuna rungu, tuna daksa dan buta warna tidak bisa masuk prodi saintek karena memang di 16 prodi saintek tidak bisa dilakukan dengan keterbatasan fisik tersebut.

“Ini bukan diskriminasi, tetapi suatu kerangka untuk kompetensi. Toh, mereka masih bisa memilih program studi sosial,”kata guru besar Farmasi.

Menurut Syahrani, seluruh prodi sosial seperti akuntansi, manajemen dan ilmu komunikasi tidak membatasi calon mahasiswa dengan ketunaan apapun. Dan untuk itu, pihaknya akan berusaha semaksimal mungkin untuk persyaratan sarana dan prasarana untuk para penyandang disabilitas ini.

Diakuinya, prasarana yang ada saat ini memang belum menunjang untuk para disabilitas. Seperti belum adanya lift atau tangga khusus bagi penyandang tuna daksa di prodi-prodi social. Sehingga para tuna daksa ini harus mencari teman atau asisten untuk membantunya naik ke lantai dua atau lebih.

“Kami sudah memikirkan akan member lift, tapi sesuai aturannya hanya gedung berlantai tiga ke atas yang boleh memakai lift, sehingga tidak jadi,”kata pria asli Balikpapan, Kalimantan.

Persyaratan khusus ini sifatnya mutlak dan tidak bisa ditawar. Karena itu ketika nanti ada calon mahasiswa yang lolos tetapi dalam tes kesehatan ternyata memiliki ketunaan yang tidak disyaratkan, pihaknya akan meminta untuk mencari prodi lain yang bisa mentoleransinya. Jika tidak mau, maka dia bisa keluar dari Unair.

“Hampir setiap tahun ada dua sampai tiga calon mahasiswa yang demikian. Malah kemarin ada anak dokter yang ternyata menderita buta warna sebagian. Meski dia tetap ngeyel, kami tetap tidak membolehkan,”katanya.

Bahkan persyaratan ini akan melekat selama perkuliahan. Artinya ketika dalam proses kuliah ternyata dia mengalami kecelakaan dan akhirnya lumpuh, maka apabila dia masuk jurusan saintek, terpaksa dia harus pindah ke jurusan sosial.
Diakui Syahrani persyaratan yang dibuat Unair ini memang berbeda dengan perguruan tinggi lainnya, meski prodinya sama. Hal itu terjadi karena saat ini belum ada standar yang sama yang berlaku secara nasional.

“Kami akan mengusulkan hal ini melalui asosiasi prodi seperti APTFI untuk Farmasi maupun Hipsi untuk psikologi,”tandasnya.

No comments:

Post a Comment